Minggu, 26 April 2015

UTANG LUAR NEGERI

   Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.

  Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. 
Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. 
   Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.

REVERENSI :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar