Ekspor .
UKM yang berorientasi ekspor, menurut
(Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi dua, yakni Produsen Eksportir Langsung (Direct
Exporter) dan Eksportir Tidak Langsung (Indirect Exporter).
1. UKM Produsen Eksportir Langsung adalah
UKM yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada
pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir.
2. UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM yang
menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak secara
langsung dengan buyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan
ekspor atau eksportir dalam negeri.
Jumlah UKM Produsen Ekspor hanya 0,19 persen
dari total UKM di Indonesia. Sedangkan 99,81 persen UKM lainnya melakukan
ekspor secara tidak langsung dan/atau hanya melakukan penjualan di pasar
domestik. Pada kelompok UKM Produsen Ekspor, jumlah UKM yang melakukan ekspor
sendiri hanya 8,7 persen, sedangkan 91,3 persen UKM lainnya kegiatan ekspor
dilakukan oleh importir.
Apabila ditilik dari nilai pangsa ekspor,
pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak Langsung sebesar 99,02 persen,
sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir sebesar 0,98 persen. Namun
demikian, tingkat perolehan keuntungan yang diperoleh UKM Produsen Eksportir
lebih besar dibandingkan dengan UKM Eksportir Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK)
yang mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan keahlian
tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu.
Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak
mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya.
Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit
masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran
pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja,utamanya pada saat krisis ekonomi.
Negara tujuan utama ekspor UK secara umum
adalah Singapura, namun bila ditilik menurut komoditas, negara tujuan ekspor
relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke Singapura memberikan gambaran masih
terdapat potensi peningkatan nilai tambah atau economic rent UK
terhadap produk yang diekspor, jika dapat langsung mengekspor ke negara
konsumen utama. Hal ini karena Singapura merupakan negara “transit ekspor”,
artinya produk UK yang diekspor ke Singapura akan diekspor lagi ke negara lain.
Walaupun hampir tidak terjadi perubahan orientasi negara tujuan ekspor, namun
pangsa ekspor ke tiap negara tujuan antar waktu cenderung berfluktuatif.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi UKM
berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor secara langsung, yaitu export
trading problem dan financing problem.
1. Export trading problem terjadi karena tingginya risiko kegiatan
ekspor (baik risiko pembayaran maupun pengiriman barang), adanya tenggang waktu
(time lag) dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor.
2. Financing problem terjadi karena
terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee
institution problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan
penjaminan ekspor terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi
pemasaran UKM cenderung menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang
terjadi umumnya adalah buyer.s market.
Sementara itu, Hardono (2003) mengemukakan
bahwa pada dasarnya UKM memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan
yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya
manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta
rendahnya informasi dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan
dan kendala usaha berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni
internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan
kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal
adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM.
Beberapa aspek yang menjadi hambatan internal
bagi UKM dalam kegiatan ekspor adalah :
a. Masih rendahnya komitmen UKM dalam memenuhi
pesanan pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time delivery)
b. Masih minimnya sistem managemen yang diterapkan
UKM, khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan keuangan
c. Keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki UKM dalam rangka memenuhi pesanan
d. Rendahnya kualitas SDM, sehingga dalam
mengelola usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sangat
rasional
e. Terbatasnya modal yang dimiliki UKM, khususnya
modal kerja
f. Lemahnya jaringan komunikasi dan informasi
dengan pihak-pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku, terkadang UKM
hanya memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh harganya tinggi
g. Rendahnya kemampuan UKM dalam riset dan
pengembangan, sehingga belum memenuhi keinginan para buyer
Di sisi lain, terdapat beberapa aspek yang
menjadi hambatan eksternal bagi UKM dalam kegiatan ekspor, yaitu :
a. Tidak stabilnya pasokan dan harga bahan baku
serta bahan pendukung lainnya
b. Persyaratan dari buyer semakin
tinggi, antara lain berkaitan dengan kualitas produk, kualitas lingkungan
sosial, kualitas lingkungan kerja, harga yang bersaing, aspek ramah lingkungan
c. Masih adanya regulasi pemerintah yang kurang
kondusif sehingga dapat menghambat laju ekspor UKM
d. Rendahnya akses UKM terhadap pasar, antara
lain meliputi permintaan produk, standar kualitas produk, ketepatan waktu
pengiriman, dan persaingan harga
e. Rendahnya akses UKM terhadap sumber
pembiayaan, antara lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya tingkat
bunga
f. Masih munculnya biaya-biaya siluman yang
berkaitan dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan
g. Kesulitan memenuhi prosedur dan jangka waktu
yang relatif lama untuk mematenkan produk bagi UKM
Permasalahan yang dihadapi UKM memang sangat
kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat mengurangi
hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan tingkatan
yang berusaha memberdayakan UKM sudah tepat, mengingat potensi dan peran UKM
terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah memberikan
peluang yang lebih besar kepada para UKM dengan menekan atau mereduksi
hambatan-hambatan yang muncul.
Pendekatan yang perlu dilakukan dalam
mengurangi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor, dapat ditempuh melalui upaya
meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UKM, membangun jaringan
pemasaran produk ekspor UKM, dan meningkatkan promosi produk ekspor UKM.
Kebijakan/peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan yang signifikan
dunia usaha, merupakan kunci keberhasilan dalam mereduksi hambatan UKM dalam
kegiatan ekspor. Di samping itu, diperlukan pemetaan demand dan supply pada
negara-negara tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu UKM dalam menentukan
jenis dan tujuan pasar produk ekspornya.
2.2 Sembilan Hambatan Bagi UKM dalam Mengembangkan
Produksi
Menurut menteri Koperasi dan
UKM, Syarief Hasan mengatakan, ada tiga strategi prioritas untuk mengatasi hambatan yang
dihadapi UKM dalam melakukan ekspor yaitu
:
a. perlunya pengembangan
infrastruktur pemasaran produk UKM.
b. perluasan akses pembiayaan oleh perbankan maupun
lembaga keuangan lain dan pengembangan
pembiayaan untuk mendorong ekspor.
c. pengembangan kewirausahaan
khususnya bagi kalangan sarjana untuk menghasilkan UKM yang memiliki daya
saing ke depan.
Hal itulah yang disampaikan
Syarief dalam pertemuan tingkat Menteri APEC bidang UKM, di Montana,
Amerika Serikat, 20-21 Mei 2011.
Syarief mengungkapkan semua
negara memberikan apresiasinya karena kebijakan kredit Usaha Rakyat (KUR)
yang dijalankan berhasil dengan baik. Indonesia, lanjutnya,
akan menggagas Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diperuntukan untuk
memperlancar kegiatan UKM di dalam negeri.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa yang menjadi hambatan UKM dalam melaksanakan
ekspor?
Di dalam pertemuan tersebut,
ada sembilan hambatan bagi UKM dalam mengembangkan produksinya.
1. masalah akses pembiayaan
2. keterbatasan kemampuan internasional, yang diharapkan
adanya keterikatan perdagangan dengan negara lain.
3. kesulitan memahami ketentuan,
peraturan dan kebutuhan teknis yang dipersyaratkan
4. perlu adanya keterbukaan dan transparansi lingkungan
bisnis.
5. ketidakcukupan kebijakan dan kerangka aturan
yang mendukung perdagangan antar negara melalui e-commerce.
6. ketidakmampuan melakukan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual; ketujuh,mahalnya
biaya transportasi. Kedelapan, adanya penundaan kepabeanan termasuk kesulitan memahami
persyaratan dan dokumen kepabeanan yang komplek. Kesembilan, kesulitan dalam memanfaatkan kemudahan tariff dan berbagai kesepakatan
di bidang perdagangan.
Apa kesepakatan untuk mengatasi hambatan
tersebut?
Pada dasarnya semuanya menginginkan
agar diberikan kemudahan bagi SME (Small and Medium Enterprises) dan
informasi tentang ekspor ke negara-negara tertentu agar lebih dibuka. Ini
kesepakatan semua dan sepakat akses terhadap ekspor-impor dibuka melalui
teknologi. Untuk itu kita sepakat menggunakan sistem computer yang terkait, seperti
manajemen komputerisasi untuk akses semua hal khususnya SME.
Bagaimana dengan micro soft loan?
Hal itu
kami sampaikan juga dalam pertemuan itu, bahwa konsep yang kita berikan
menyangkut tentang penjaminan, khususnya dalam KUR (Kredit Usaha Rakyat).
Beberapa negara pun memiliki konsep yang sama, seperti AS, Meksiko dan Kores
Selatan. Saya sampaikan juga, kita punya target tiap tahunnya adalah 20
trilyun dan KUR itu secara kenyataan sangat diminati oleh para pengusaha mikro
kecil dan menengah. Hasil tersebut menurut beberapa negara peserta cukup
signifikan jumlah yang kita targetkan dan ini bisa menjadi nilai tambah kita
untuk terus mengembakan SME di Indonesia.
Anda melakukan pembicaraan bilateral dengan
negara lain terkait SME?
Ya, ada beberapa negara yang kita jalin kerja sama,
salah satunya dengan Taiwan menyangkut tentang pembinaan pelatihan tenaga
kerja kepada TKI kita yang ada di sana. Kita akan mengembangkan kewirausahaan
bagi mereka agar bisa menjadi wisausahawan dan pihak Taiwan menawarkan
kerjasama untuk pengembangan UKM memiliki pertumbuhan tinggi (high growth
SMEs) di Indonesia.
Indonesia akan bekerja sama dengan AS?
Amerika memiliki rasio entrepreneur paling tinggi di
antara semua negara, sehingga mereka memiliki kemampuan dalam hal pengembangan
UKM di Indonesia. Lebih konkretnya, mereka akan memfasilitasi pengembangan
kewirausahaan tersebut melalui dua lembaga yang berpengalaman, yaitu Koftman Foundation for Entrepreneurship dan Boston
College for Entrepreneurship.
Selain itu, Amerika juga bersedia mengembangkan kerjasama lebih formal
dengan cakupan yang lebih luas, meliputi bidang investasi, perdagangan, pengembangan
energi ramah lingkungan, kewirausahaan dan transfer teknologi bagi UKM.
Ada kemungkinan cara Indonesia dalam
pengembangan UKM akan didopsi oleh negara lain?
Indonesia hanya memberikan cerita sukses yang pernah
kita lakukan dan ternyata ada beberapa negara yang sudah melakukan hal
tersebut. Namun bisa saja cerita sukses ini akan banyak ditiru oleh negara-negara
lain. Karena mereka kebanyakan punya suku bunga yang rendah dan itu akan membantu
dalam mengembangkan SME.
Apa yang diajukan Indonesia dalam pertemuan itu?
Ada dua, yang pertama yaitu pengembangan incubator bagi UKM untuk mempromosikan
Green Industry yang akan dilaksanakan di Yogyakarta pada bulan September
2011 dan yang kedua
yaitupengembangan akses teknologi bagi UKM yang akan dilaksanakan pada bulan Oktober
2011.
Apakah ini terkait untuk membuat eco-product di
kalangan UKM Indonesia?
Hal ini yang kami sampaikan juga, bahwa pemerintah
sangat peduli dengan isu lingkungan untuk menjaga kelestariannya. Indonesia
akan mengembangkan produk UKM yang ramah lingkungan, tentunya dengan
transfer teknologi dari negara lain untuk mewujudkan hal tersebut. Kami sudah
katakan bahwa komitmen Indonesia dalam hal menurunkan emisi dunia merupakan
kepedulian secara nasional. Indonesia akan berkomitmen akan menurunkan
emisi dunia menjadi 26 persen dan apabila dilakukan bersama dengan negara lain
bisa diturunkan hingga 41 persen.
1.3 Faktor-Faktor Penghambat Ekspor Produk UKM
1. Akses Terhadap Sumber Daya Produktif
Akses terhadap sumber daya produktif
merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses
terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran
dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UKM masih menghadapi hambatan
dalam mengakses sumberdaya produktif. Temuan lapang menunjukkan bahwa hambatan
UKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran
(64,29 persen), Jaringan bisnis (57,14 persen) dan teknologi (42,86 persen).
Kondisi tersebut di atas memerlukan
bantuan/fasilitasi sebagai upaya meningkatkan akses UKM terhadap sumberdaya
produktif. Bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan
dengan perlakuan tertentu, baik untuk investasi maupun modal kerja, yang
memenuhi criteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. Di
samping itu,diperlukan fasilitasi yang diarahkan pada pengembangan jaringan
bisnis UKM agar UKM dapat meningkatkan akses pasar produknya.
Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap
pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk meningkatkan daya
saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci keberhasilan kegiatan ekspor.
Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki UKM pada umumnya.
Sebagian besar UKM masih mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor,
sehingga memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar
ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya.
Hal ini ditunjukkan dengan temuan lapang bahwa
sebagian besar UKM sampel memperoleh akses pasar ekspor melalui keikutsertaan
pameran (85,71 persen) dan informasi dari mitra usahanya (71,43 persen). Sedang
sebagian kecil memperolehnya melalui media masa (28,57 persen) dan internet
(14,26 persen). Kondisi seperti uraian di atas, mengindikasikan bahwa UKM masih
memerlukan upaya untuk meningkatkan akses pasar ekspornya. UKM dituntut untuk
proaktif dalam mengakses pangsa pasar ekspor produknya. Dengan berbagai
keterbatasan yang dimilikinya, UKM memerlukan fasilitasi dari pihak lain,
termasuk pemerintah, untuk meningkatkan aksesibiltas terhadap pasar ekspor. Upaya
ini dapat dilakukan melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi, yang
sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, terutama yang berkaitan
dengan spesikasi produk dan negara tujuan ekspor.
2. Spesifikasi Produk
Pelaku bisnis dituntut untuk dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau permintaan pasar,
yang memiliki kecenderungan cepat berubah, sehingga peredaran suatu produk di
pasar memiliki siklus yang relatif pendek. Hal ini akan lebih memicu
kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya saing produk. Namun demikian,
hal ini pun merupakan kelemahan yang dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan
dalam menghasilkan spesifikasi produk yang sesuai dengan perkembangan selera
konsumen.
Temuan lapang memperlihatkan bahwa sebagian
besar UKM sampel mengalami hambatan dalam desain (92,86 persen) dan kemasan
(64,29 persen), sedangkan sebagian kecil mengalami hambatan pada warna (28,57
persen) dan bentuk (14,29 persen). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan UKM
mengalami hambatan dalam menghasilkan produk dan kreativitas untuk menghasilkan
inovasi produk sesuai dengan selera konsumen. Karena itu, UKM memerlukan
pelatihan dan magang untuk meningkatkan keterampilan dalam menghasilkan produk
yang berdaya saing. UKM memerlukan fasilitasi yang berkaitan dengan kebutuhan
peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas dan inovasi produk.
Dengan demikian, UKM memiliki kemampuan untuk menghasilkan diversifikasi
produk, sehingga tidak bertumpu pada produk-produk tradisional yang memiliki
keunggulan komparatif, seperti pakaian jadi dan beberapa produk tekstil
lainnya, barang barang jadi dari kulit, seperti alas kaki, dan dari kayu,
termasuk meubel/furnitur.
3. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan pelaku bisnis dalam memasarkan produknya. Buyer pada
pasar ekspor menuntut persyaratan yang ketat dalam melakukan transaksi dengan
eksportir. Pesanan yang diminta buyer cenderung
menitikberatkan pada kesinambungan dan konsistensi ketersediaan produk.
Dalam memasarkan produknya, UKM seringkali
dihadapkan pada kemampuan menyediakan produk sesuai dengan jumlah pesanan,
sehingga terjadi kegagalan kontrak pesanan produk. Hal ini berkaitan dengan
kapasitas produksi yang dimilikinya masih relatif rendah, padahal dari
spesikasi produk sudah memenuhi keinginan buyer. Temuan lapang
memperlihatkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya
kapasitas produksi UKM sampel. Faktorfakto tersebut antara lain ketersediaan
modal (92,86 persen), ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi
(64,29 persen), ketersediaan bahan baku (42,86 persen) dan ketersediaan tenaga
kerja terampil (14,29 persen).
Temuan lapang di atas mengindikasikan bahwa
hambatan kapasitas produksi pada UKM masih terkait dengan akses UKM terhadap
sumberdaya produktif, terutama sumber permodalan dan ketersediaan
mesin/peralatan serta penguasaan teknologi. Hal tersebut makin menguatkan
fenomena yang terjadi selama ini bahwa UKM dihadapkan pada faktor kritis yang
bersifat klasik, yang belum bergeser dari waktu ke waktu, yakni permodalan dan
teknis produksi. Karena itu, seyogianya fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas
dan daya saing UKM, diarahkan pada peningkatan kemampuan UKM dalam mengatasi
hambatan faktor-faktor tersebut.
4. Kelengkapan Dokumen Ekspor
Kelengkapan dokumen merupakan persyaratan yang
harus dipenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekspor. Dalam hal ini UKM sampel
memiliki kesulitan untuk memenuhinya, sehingga menghambat kegiatan ekspornya.
Hambatan tersebut terutama berkaitan dengan sertifikasi produk (71,43 persen), letter
of credit(57,14 persen), NPWP (43,29 persen), dan lainnya
(28,57 persen).
Hambatan ini terjadi karena selama ini UKM
tidak sungguh-sungguh untuk mengurus dokumen tersebut. Beberapa alasan yang
dapat diidentiikasi sebagai penyebabnya adalah UKM merasakan kesulitan dalam
memenuhi persyaratan dan prosedur yang memakan waktu relatif lama, dengan biaya
yang cukup memberatkan. Karena itu, perlu upaya untuk mengurangi hambatan yang
berkaitan dengan hal ini, yaitu dengan menerapkan persyaratan yang mudah,
prosedur yang sederhana, dan biaya yang tidak memberatkan UKM.
5. Biaya Kegiatan Ekspor
Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan
dalam kegiatan ekspor, merupakan hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi
faktor yang menurunkan daya saing ekspor produk UKM karena harga jual produk
menjadi relatif tinggi dibandingkan eksportir produk sejenis dari negara lain.
Temuan lapang menunjukkan bahwa pengeluaran biaya dalam kegiatan ekspor, yang
menjadi hambatan paling besar bagi UKM adalah justru komponen biaya lainnya
(85,79 persen), yaitu berupa pungutan tidak resmi atau biaya siluman.
Kemudian, biaya yang berkaitan dengan perizinan dan transportasi (71,43 persen)
serta risiko atau jaminan produk sesuai pesanan (50,00 persen). Karena itu,
seyogianya menjadi perhatian pihak terkait dalam membuat peraturan, yang
memiliki konsekuensi biaya yang harus dibayar pelaku bisnis dalam kegiatan
ekspor. Apabila hal ini dibiarkan terus terjadi, maka kegiatan ekspor,
khususnya yang dilaksanakan oleh UKM, akan menjadi makin sulit karena makin
rendahnya daya saing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar