Data pemerintah menunjukkan
bahwa dalam nilai riil, PDB dari UMK di semua sector ekonomi pada tahun 1997
hanya 38 persen. Pada tahun 1998, pada saat krisis ekonomi mencapai titik
terburuknya dengan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai minus 13 persen,
kontribusi output dari UMK dalam pembentukan PDB riil naik hanya sedikit, yakni
hamper 41 persen. Pada tahun 1999, pangsa output agregat dari kelompok usaha
ini naik ke sekitar 41,3 persen, dan setelah itupada tahun 2000 naik lagi
sedikit ke 40,4 persen dan kenaikan ini berlangsung terus hingga 2006. Selama
periode krisis (1997-1998) laju pertumbuhan output di UMK tercatat minus 19,3
persen, dan setelah krisis kinerja UMK lebih baik, walaupun dalam tahun-tahun
pertama laju pertumbuhan rata-rata per tahun masih negative sekitar 2,5 persen.
Tahun 2000 UM menyumbang PDB
riil sebesar 16,3 persen. Selama periode krisis, output-nya UM juga mengalami
pertumbuhan yang negative hampir 35%. Ini menunjukkan bahwa UM mengalami lebih
banyak kemunduran akibat krisis ekonomi daripada UMK. Sedangkan UB menyumbang
PDB riil sebesar 43 persen. Saat krisis UB juga mengalami penurunan yang
tinggi, namun setelah krisis perbaikan produksi di UB lebih baik daripada UMKM.
Laju pertumbuhan output selama periode
2001-2006:
· UMK mengalami kenaikan dari 3,96 % menjadi
5,38%.
· UM mengalami kenaikan dari 4,59% menjadi 5,44%
· UB mengalami kenaikan dari 3,1% menjadi 5,7%.
Dilihat dari pangsa PDB non
migas, pangsa PDB UMKM lebih besar daripada UB, dan sejak tahun 2005
cenderung meningkat terus. Dan sumbangan UMK terhadap pembentukan PDB non migas
dua kali lebih besar daripada UM.
Dipandang dari struktur PDB
menurut skala usaha dan sektor tahun 2003-2006, UMKM memiliki keunggulan di
sector yang berbasis sumber daya local dan padat karya, seperti pertanian dan
perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan konsentrasi PDB dari UM terjadi di
sejumlah sector tersier. Dengan pangsa terbesar di sector keuangan da lainnya.
Dan pangsa terbesar dari UB adalah di sektor pertambangan dan industri
manufactur.
Selain perbedaan dalam
pemilikan factor-faktor utama penentu produksi, variasi dalam pangsa PDB antara
skala usaha itu juga bias dikarenakan perbedaan dalam permasalahan dan kondisi
eksternal ( termasuk tingkat persaingan dan kebijakan pemerintah).
Pada awal era orde baru,
pemerintah menerapkan kebijakan subtitusi impor untuk mengembangkan industry
nasional. Lalu pada decade 80-an kebijakan tersebut diganti dengan kebijakan
strategi promosi ekspor. Dari dua kebijakan tersebut mengakibatkan perkembangan
yang pesat pada industri skala besar. Di era 70-an dan 80-an banyak UB muncul
di industry manufaktur . Namun, UMKM juga tidak mengalami penurunan dalam
subsector industri.
Penjelasan utama dari
kesanggupan UMKM diindonesia untuk tetap bertahan di tengah –tengah persaingan persaingan ketat
dari UB dan barang-barang impor :
· Kemampuan-kemampuan mereka untuk mengeksplosit
lowongan-lowongan yang ada
· Mengonsentrasikan pada kegiatan-kegiatan
industry yang dicirikan oleh aglomorasi ekonomi daripada skala ekonomi
· Melayani pasar-pasar tertentu yang dari sisi
komersial tidak menguntungkan UB
· Membuat barang-barang yang pada proses
produksinya tidak mudah diterapkan teknik/pola produksi massal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar