Minggu, 26 April 2015

Nilai output dan nilai tambah

Data pemerintah menunjukkan bahwa dalam nilai riil, PDB dari UMK di semua sector ekonomi pada tahun 1997 hanya 38 persen. Pada tahun 1998, pada saat krisis ekonomi mencapai titik terburuknya dengan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai minus 13 persen, kontribusi output dari UMK dalam pembentukan PDB riil naik hanya sedikit, yakni hamper 41 persen. Pada tahun 1999, pangsa output agregat dari kelompok usaha ini naik ke sekitar 41,3 persen, dan setelah itupada tahun 2000 naik lagi sedikit ke 40,4 persen dan kenaikan ini berlangsung terus hingga 2006. Selama periode krisis (1997-1998) laju pertumbuhan output di UMK tercatat minus 19,3 persen, dan setelah krisis kinerja UMK lebih baik, walaupun dalam tahun-tahun pertama laju pertumbuhan rata-rata per tahun masih negative sekitar 2,5 persen.
            Tahun 2000 UM menyumbang PDB riil sebesar 16,3 persen. Selama periode krisis, output-nya UM juga mengalami pertumbuhan yang negative hampir 35%. Ini menunjukkan bahwa UM mengalami lebih banyak kemunduran akibat krisis ekonomi daripada UMK. Sedangkan UB menyumbang PDB riil sebesar 43 persen. Saat krisis UB juga mengalami penurunan yang tinggi, namun setelah krisis perbaikan produksi di UB lebih baik daripada UMKM.
Laju pertumbuhan output selama periode 2001-2006:
·         UMK mengalami kenaikan dari 3,96 % menjadi 5,38%.
·         UM mengalami kenaikan dari 4,59% menjadi 5,44%
·         UB mengalami kenaikan dari 3,1% menjadi 5,7%.
Dilihat dari pangsa PDB non migas,  pangsa PDB UMKM lebih besar daripada UB, dan sejak tahun 2005 cenderung meningkat terus. Dan sumbangan UMK terhadap pembentukan PDB non migas dua kali lebih besar daripada UM.
Dipandang dari struktur PDB menurut skala usaha dan sektor tahun 2003-2006, UMKM memiliki keunggulan di sector yang berbasis sumber daya local dan padat karya, seperti pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan konsentrasi PDB dari UM terjadi di sejumlah sector tersier. Dengan pangsa terbesar di sector keuangan da lainnya. Dan pangsa terbesar dari UB adalah di sektor pertambangan dan industri manufactur.
Selain perbedaan dalam pemilikan factor-faktor utama penentu produksi, variasi dalam pangsa PDB antara skala usaha itu juga bias dikarenakan perbedaan dalam permasalahan dan kondisi eksternal ( termasuk tingkat persaingan dan kebijakan pemerintah).
Pada awal era orde baru, pemerintah menerapkan kebijakan subtitusi impor untuk mengembangkan industry nasional. Lalu pada decade 80-an kebijakan tersebut diganti dengan kebijakan strategi promosi ekspor. Dari dua kebijakan tersebut mengakibatkan perkembangan yang pesat pada industri skala besar. Di era 70-an dan 80-an banyak UB muncul di industry manufaktur . Namun, UMKM juga tidak mengalami penurunan dalam subsector industri.
Penjelasan utama dari kesanggupan UMKM diindonesia untuk tetap bertahan di tengah –tengah  persaingan persaingan ketat dari UB dan barang-barang impor :
·         Kemampuan-kemampuan mereka untuk mengeksplosit lowongan-lowongan yang ada
·         Mengonsentrasikan pada kegiatan-kegiatan industry yang dicirikan oleh aglomorasi ekonomi daripada skala ekonomi
·         Melayani pasar-pasar tertentu yang dari sisi komersial tidak menguntungkan UB
·         Membuat barang-barang yang pada proses produksinya tidak mudah diterapkan teknik/pola produksi massal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar