1. PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, sudah banyak
tokok-tokoh negara yang saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian
yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok.
Tetapi pada pemerintah orde lama masih belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
negara Republik Indonesia yang memburuk.
- Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk,
antara lain disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan
karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu
itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku
di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak
bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi, antara lain :
a. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh
menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP,
dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi
beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan
menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan
untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan
Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
e. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha
swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan
swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab
Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
- Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam
politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang
menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah
dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.
Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang
baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai
uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet Natsir)
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo
e) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil
Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
- Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli
1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur
ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama
dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini
belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.
2. PEMERINTAHAN ORDE BARU
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama
yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun
1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar.
Orde Baru, Pada 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan [[1998].
· Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan
luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif yang didominasi militer namun dengan
nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara
efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya
mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan Aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh
pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap
tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan
antara pusat dan daerah.
· Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an.
· Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara
tidak langsung juga menghapus hak-hak Asasi mereka. Kesenian Barongsaisecara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh
komunitas china indonesia terutama dari komunitas pengobatan china tradisional
karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat
yang hanya bisa di tulis dengan bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke
Makhamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung indonesia waktu itu memberi izin dengan
catatan bahwa china indonesia bejanji tidak menghimpun kekuatan untuk
memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Untuk keberhasilan ini
kita mesti memberi penghormatan bagi Ikatan Naturopatis Indonesia ( I.N.I )
yang anggota dan pengurus nya pada waktu itu memperjuangkan hal ini demi
masyarakat china indonesia dan kesehatan rakyat indonesia. Hingga china
indonesia mempunyai sedikit kebebasan dalam menggunakan bahasa Mandarin.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin
yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis
dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer indonesia
dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang china indonesia bekerja juga di
sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan
pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang
populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air.
Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai
pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa
dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan
pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan
Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada TrilogiPembangunan, yang
isinya meliputi hal-hal berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan
Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka
Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994. Sasaran utama PJP I
adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi
yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga
berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan
dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen
pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan
sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di
Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu
dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor
nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini,
badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan
tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang
dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan
dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia
sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia
dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi
dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu
membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
Runtuhnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1. Runtuhnya Orde Baru
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru
adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi
Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia.
Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat
terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa.
Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi
besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu
terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah
Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat
mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga
akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi.
Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden
Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
· Kelebihan dan Kekurangan sistem Pemerintahan
Orde Baru
* Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang
pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah
mencapai lebih dari AS$1.000
* Sukses transmigrasi
* Sukses KB
* Sukses memerangi buta huruf Kekurangan
Sistem Pemerintahan Orde Baru
* Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
* Pembangunan Indonesia yang tidak merata
* Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan
pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
* Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
* Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan
majalah yang ditahan
3. PEMERINTAHAN REFORMASI
Pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde
Reformasi.
Sidang
Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi
Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa
pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu,
Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan
berekspresi.
Presiden
BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik
dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari
setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang.
Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru
dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan
tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa
diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan
meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa
dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer
yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat
penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal
21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a.
masa depan Reformasi;
b.
masa depan ABRI;
c.
masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d.
masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e.
masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut
ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka
menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam
bidang politik
Reformasi
dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga
undang-undang tersebut.
1. UU
No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
2. UU
No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3. UU
No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam
bidang ekonomi
Untuk
memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
c. Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan
menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada
pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan
Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d.
Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil
diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang
demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain
masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha
Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah
Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh
dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama
Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
4. PEMERINTAH INDONESIA BERSATU
v PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID I (ERA SBY-JK) ==
(2004-2009)
Kabinet Indonesia Bersatu (Inggris: United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahanIndonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad
Jusuf Kalla.
Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk
pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para
menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu pada awal pembentukan
(21 Oktober 2004), perombakan pertama (7 Desember 2005), dan perombakan kedua
(9 Mei 2007).
Pada periode ini, pemerintah melaksanakan beberapa program
baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya
Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya,
program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih
banyak kekurangan disana-sini.
v PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID II (ERA SBY – BOEDIONO)
== (2009-2014)
Kabinet Indonesia Bersatu II (Inggris: Second United Indonesia
Cabinet) adalah kabinetpemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil PresidenBoediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres
2009 yang mendapatkan kursi
di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP,
dan PKB)
ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan
SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet
Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan.
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank
Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional negara yaitu :
1. BI rate
2. Nilai tukar
3. Operasi moneter
4. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan
makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan
pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh
pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Kinerja Pemerintahan SBY -
Tak terasa sudah 1 tahun
pemerintahan SBY jilid IIberjalan,
Namun masih saja dianggap gagal serta mendapat rapor merah dari beberapa
kalangan. Dan kali ini pengamat ekonomi dunia pun ikut bicara terkait
dengan kinerja
pemerintahan SBYyang sudah 1 tahun ini. Perolehan
suara 60 % dalam Pilpres 2009 dan mendapat dukungan mayoritas di parlemen
ternyata belum bisa dioptimalkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono
untuk melakukan langkah-langkah yang konkrit dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Di mata pengamat ekonomi politik dari Northwestern
University, Amerika Serikat, Prof Jeffrey Winters, buruknya kinerja
pemerintahan SBY tidak lepas dari sikap
Presiden SBY dalam menjalankan pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat
cantik, santun dan berambut rapi di depan kamera dibanding bekerja keras
mengatasi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia.
Apa pandangan Anda terhadap kinerja SBY-Boediono selama
menjalankan pemerintahan?
Sampai saat ini dilihat kinerja
pemerintahan SBY-Boediono rendah. Dan perlu dicatat prestasi yang rendah kepemimpinan
SBY bukan sesuatu yang baru. Karena sejak 2004 memang kinerjanya tidak pernah
tinggi. Jadi kombinasi SBY-Kalla yang sudah mengecewakan menjadi lebih parah
dengan kombinasi SBY-Boediono.
Meski pada masa SBY-JK kinerjanya buruk, paling tidak Jusuf
Kalla dikenal sebagai orang yang tidak sabar dan sering mendorong SBY untuk
bertindak dan ambil keputusan. Tetapi akhirnya Kalla menjadi capek, frustrasi
dan memilih lepas saja.
Tapi lepas dari itu semua pemerintahan SBY juga sudah
melakukan tugas-tugas yang seharusnya dilakukan walaupun belum maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar